Pertama-tama saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ki Putut Risang, Ki Arema, Ki Adiwaswarna dan Keluarga Besar Padepokan Gagakseta 2 yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan yang luar biasa kepada saya untuk belajar membuat karya yang mungkin kurang berarti ini.
Dan tidak lupa saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga sekaligus meminta izin kepada Keluarga Besar atau ahli waris Ki S.H. Mintardja dan Panembahan Mandaraka untuk saya dapat membuat karya ini.
Cerita silat dengan judul " Prahara di Tanah Leluhur " adalah sebuah cersil yang terlahir karena kekaguman penulis kepada Sang Maestro Pujangga yang telah dipanggil Yang Maha Kuasa sebelum menyelesaikan karyanya.
Saya selaku penulis yang masih bodoh, tidak pernah berusaha mensejajarkan diri dengan Sang Maestro, karena penulis sangat menyadari jika masih jauh dari itu, saya menulis cerita ini karena semata-mata ingin berterima kasih kepada Ki S.H. Mintardja dan Panembahan Mandaraka atas karya-karya beliau yang sangat inspiratif dan penulis hanya ingin ikut melestarikan budaya leluhur yang adi luhung sejauh kemampuan penulis yang tidak seberapa ini.
Prahara di Tanah Leluhur adalah cerita silat perpaduan antara kisah fiksi dengan sejarah tanah leluhur yang ada, jadi tidak mutlak fiksi dan tidak mutlak sejarah. Dan saya sebagai penulis minta maaf jika pada nantinya tidak dapat memenuhi keinginan panjenengan semua satu persatu, semua itu semata-mata karena kebodohan saya selaku penulis yang masih belajar membuat karya.
Prahara di Tanah Leluhur yang mengambil benang merah dari karya " Api di Bukit Menoreh " dan " Sejengkal Tanah Setetes Darah " sangat berbeda dengan cersil sebelumnya yang mengambil Agung Sedayu sebagai tokoh utama, karena di cersil Prahara di Tanah Leluhur tokoh utamanya adalah Bagus Sadewa, yaitu anak dari tokoh utama cersil sebelumnya, yaitu Agung Sedayu.
Dan bisa dikata bahwa cerita ini lebih tepatnya adalah cerita lanjutan dari cerita "Api di Bukit Menoreh" dan "Sejengkal Tanah Setetes Darah" yang belum sempat terselesaikan.
Saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga pula kepada panjenengan semua yang tidak henti-hentinya telah memberikan segala bimbingan, dukungan dan doa'nya terhadap tulisan saya yang tidak seberapa ini. Karena tanpa itu semua, saya bukan siapa-siapa dan tidak dapat berbuat apa-apa.
Semoga kebaikan panjenengan semua membawa keberkahan bagi kita semua dan semoga Yang Maha Agung membalas segala kebaikan panjenengan sekeluarga serta semoga Yang Maha Agung selalu melindungi kita semua.
Bagus Sadewa
Bagus Sadewa adalah tokoh utama dalam cerita silat Prahara di Tanah Leluhur adalah anak dari Ki Agung Sedayu dengan Nyi Sekar Mirah yang masih remaja. Karena kesibukan kedua orang tuanya dia dititipkan di Padepokan Orang Bercambuk di Jati Anom.
Bayu Swandana
Bayu Swandana adalah anak dari Alm. Ki Swandaru Geni dengan Nyi Pandan Wangi yang sudah mulai beranjak dewasa. Setelah dia berhasil mewarisi ilmu kanuragan dari Perguruan Menoreh dibawah bimbingan Ibu dan Kakeknya, yaitu Ki Gede Menoreh. Sesuai dengan wasiat Alm. ayahnya, Bayu Swandana dikirim ke Padepokan Orang Bercambuk untuk belajar ilmu kanuragan dari jalur perguruan ayahnya dulu, yaitu jalur perguruan Windhujati atau yang lebih di kenal dengan sebutan Padepokan Orang bercambuk.
Umbara
Umbara adalah anak pertama dari Ki Untara yang sudah dewasa, kakak kandung satu-satunya dari ayah tokoh utama. Umbara adalah termasuk salah satu cantrik di Padepokan Orang Bercambuk.
Bagaskara
Bagaskara adalah anak kedua dari Ki Untara atau adik dari Umbara yang menjelang dewasa, dia juga ikut nyantrik di Padepokan Orang bercambuk.
Arya Nakula
Arya Nakula adalah adik sepepupu dari tokoh utama, bahkan secara pandangan wadag, sekilas wajah keduanya ada kemiripan. Setelah mulai bertemu pada saat beranjak dewasa, hubungan mereka menjadi semakin erat, baik sebagai saudara maupun secara kawruh kanuragan.
Sekar Wangi
Sekar Wangi adalah saudara satu Ayah tapi beda Ibu dengan tokoh utama, dan saudara tiri pula dengan Bayu Swandana. Karena setelah Ayah Bayu Swandana meninggal, Ibunya atau Nyi Pandan Wangi menikah dengan Ayah Bagus Sadewa.
Ki Agung Sedayu
Ki Agung Sedayu adalah Ayah dari tokoh utama sekaligus murid tertua dari murid-murid utama Kyai Gringsing pendiri Padepokan Orang Bercambuk dan menjadi salah satu senopati Mataram yang sangat disegani karena kepribadian dan ilmunya yang sangat tinggi.
Nyi Sekar Mirah
Nyi Sekar Mirah adalah Ibu dari tokoh utama. Dia adalah anak dari Ki Demang Sangkal Putung sekaligus adik kandung satu-satunya Ki Swandaru Geni, Ayah Bayu Swandana. Nyi Sekar Mirah adalah murid Ki Sumangkar, yaitu salah satu pemimpin Perguruan Kedung Jati dengan ciri khas pertanda kepemimpinannya adalah tongkat baja putih.
Nyi Pandan Wangi
Nyi Pandan Wangi adalah putri tunggal Ki Gede Menoreh, yang kemudian menjadi istri kedua Ki Agung Sedayu karena Ki Swandaru Geni anak Ki Demang Sangkal Putung telah gugur setelah perang tanding. Dan dari pernikahannya kemudian melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Sekar Wangi.
Nyi Anjani
Nyi Anjani adalah perempuan yang sangat cantik dan tubuhnya selalu memancarkan bau wangi semerbak yang membuat orang-orang yang melihatnya tidak mudah untuk melupakannya. Dia adalah istri ketiga Ki Agung Sedayu sebagai hadiah Putri Triman dari Panembahan Hanyakrakusuma.
Ki Swandaru Geni
Ki Swandaru Geni adalah anak Ki Demang Sangkal Putung sekaligus murid kedua Kyai Gringsing, dia adalah suami Nyi Pandan Wangi sekaligus ayah kandung Bayu Swandana. Tapi dirinya gugur setelah berperang tanding melawan Pangeran Ranapati pada usia yang masih cukup muda. Sejak awal cerita PdTL ditulis tokoh ini memang sudah wafat tapi sebagai ayah Bayu Swandana tokoh ini masih layak disebut.
Ki Gede Menoreh
Ki Gede Menoreh atau Ki Argapati, atau yang pada masa mudanya lebih dikenal dengan nama Arya Tedja adalah pemimpin tertinggi Tanah Perdikan Menoreh, ayah Nyi Pandan Wangi dan kakek dari Bayu Swandana dan Sekar Wangi.
Ki Lurah Glagah Putih
Ki Lurah Glagah Putih adalah anak paman dari tokoh utama atau adik sepupu ayah tokoh utama sekaligus ayah dari Arya Nakula. Dia adalah seorang senopati prajurit sandi dari kesatuan Mataram yang berkedudukan di Menoreh.
Nyi Rara Wulan
Nyi Rara Wulan adalah istri dari Ki Lurah Glagah Putih dan ibu dari Arya Nakula. Dulu pada waktu mudanya pernah mengembara bersama suaminya dengan status sama-sama sebagai prajurit sandi sebelum akhirnya menyatakan diri untuk berhenti setelah menyadari tanda-tanda bahwa dirinya mendapatkan anugerah kehamilan.
Ki Untara
Ki Untara adalah mantan seorang senopati prajurit Mataram yang telah purna tugas karena umurnya. Tokoh ini adalah ayah dari Umbara dan Bagaskara. Setelah purna tugas, pada awalnya dia sering menjenguk kedua anaknya di Padepokan Orang Bercambuk, namun lama-lama berkeinginan ikut nyengkuyung padepokan sembari belajar meningkatkan kemampuannya secara pribadi.
Panembahan Hanyakrakusuma
Panembahan Hanyakrakusuma atau yang pada masa mudanya lebih dikenal dengan nama Raden Mas Jatmika atau Raden Mas Rangsang adalah pemimpin tertinggi Mataram setelah Panembahan Senopati, Panembahan Hanyakrawati, dan Adipati Martapura, yang kemudian hari lebih dikenal dengan nama Sultan Agung.
Ki Patih Singaranu
Ki Patih Singaranu adalah bekas senopati Mataram yang sangat terpercaya karena ilmunya juga karena kepribadiannya yang baik, sehingga keluarga kerajaan Mataram tidak segan-segan untuk memberinya amanah untuk menjadi Patih Mataram pada era Sultan agung karena patih sebelumnya, yaitu Ki Patih Mandaraka telah wafat setelah dua tahun penobatan Raden Mas Rangsang.
Padmini
Padmini adalah salah satu dari anak angkat dari Ki Citra Jati dan Nyi Citra Jati yang kemudian menjadi saudara angkat Nyi Rara Wulan pada waktu masih sangat muda, yang kemudian ikut ngangsu kawruh kanuragan bekas kedua orang tua angkatnya, yaitu Padepokan Cengkal Sewu di selatan Pegunungan Kendeng.
Setiti
Setiti adalah salah satu dari anak angkat dari Ki Citra Jati dan Nyi Citra Jati dan menjadi adik angkat Padmini, yang kemudian menjadi adik angkat Nyi Rara Wulan pula pada waktu masih sangat muda, yang kemudian ikut ngangsu kawruh kanuragan di perguruan bekas kedua orang tua angkatnya, yaitu Padepokan Cengkal Sewu di selatan Pegunungan Kendeng.
Baruni
Baruni adalah salah satu dari anak angkat dari Ki Citra Jati dan Nyi Citra Jati dan menjadi adik angkat Padmini dan Baruni, yang kemudian menjadi adik angkat Nyi Rara Wulan pula pada waktu masih sangat muda, yang kemudian ikut ngangsu kawruh kanuragan di perguruan bekas kedua orang tua angkatnya, yaitu Padepokan Cengkal Sewu di selatan Pegunungan Kendeng.
Ki Jayaraga
Ki Jayaraga adalah seorang guru yang lain dari yang lain, karena biasanya murid yang ikut tinggal bersama gurunya, tapi berbeda dengan guru yang satu ini, karena justru dia yang ikut tinggal bersama dengan muridnya, yaitu Ki Lurah Glagah Putih.
Ki Rangga Sabungsari
Ki Rangga Sabungsari adalah salah satu Senopati Mataram yang berkedudukan di Jati Anom, dan memiliki hubungan yang sangat dekat dengan keluarga tokoh utama, bahkan seakan sudah seperti keluarga sendiri karena kedekatan mereka dalam waktu yang lama.
...................
Sekedar ulasan singkat tentang tokoh-tokoh cerita silat Prahara di Tanah Leluhur pada saat awal-awal kemunculannya dalam cerita, dan insyAllah ke depannya akan selalu diperbaharui agar semakin lengkap hingga pada akhirnya semua tokoh penting dalam cerita tersebutkan.
Padepokan Tanah Leluhur
Terima Kasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar